Perampokan di Museum Louvre Prancis membuat dunia terkejut. Aksi yang dilakukan siang bolong itu membuat orang-orang mempertanyakan sistem keamanan museum.
Museum Louvre tak hanya berisi benda-benda seni, tetapi di dalamnya juga tersimpan perhiasan bernilai fantastis peninggalan kerajaan. Dibuka untuk umum, semua orang dapat masuk untuk melihat bagaimana wujud artefak, sekaligus sistem keamanan museum secara langsung.
Dilansir dari The Guardian pada Selasa (21/10/2025), para ahli yang mengamati tren kejahatan seni internasional memandang perampokan ini sebagai serangkaian perampokan besar-besaran yang berfokus pada nilai material batu logam daripada artefaknya. Insiden ini melanjutkan pola yang telah muncul selama dekade terakhir di Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat (AS).
“Anda mungkin bertanya mengapa pencuri yang ingin mencuri perhiasan mahal membobol museum terkenal di dunia alih-alih toko Cartier,” kata Christopher A. Marinello, pakar terkemuka dalam pemulihan karya seni curian.
“Jawabannya sederhana karena saat ini toko Cartier lebih terlindungi,” dia menambahkan.
Serangkaian pencurian toko perhiasan disertai dengan kekerasan, akhirnya banyak gerai yang meningkatkan keamanan mereka dalam beberapa tahun terakhir dengan penjagaan keamanan bersenjata yang lalu lalang sepanjang malam. Lalu, barang-barang berharga mereka tak lagi dipajang.
Sementara itu, museum tampak terbuka dan lebih terekspos. Ada dua alasan yaitu sebagai institusi yang dibuat untuk publik di gedung-gedung bersejarah dan budaya ekonomi Barat.
“Sejak Covid, pemerintah di seluruh dunia telah mengurangi penegakan hukum dan sektor budaya,” kata Marinello.
“Jika pencuri bisa masuk ke Louvre, itu menunjukkan betapa rentannya institusi kita. Ini adalah masa yang mengerikan untuk menjadi museum,” dia menambahkan.
Perampokan tersebut membawa 8 barang berharga, termasuk kalung yang terbuat dari delapan safir dan 631 berlian, tiara Permaisuri Eugénie yang menampilkan hampir 2.000 berlian, dan mahkota yang sangat berharga yang pernah dimiliki oleh istri Napoleon III. Barang terakhir berhasil selamat karena terjatuh di pinggir jalan, saat pencuri keluar dari museum.
Pencurian di Louvre telah menimbulkan pertanyaan tentang langkah-langkah keamanan di museum tersebut. Para ahli keamanan mengatakan bahwa memajang barang-barang berharga di bangunan bersejarah dengan arus pengunjung yang stabil memiliki risiko yang mustahil dihilangkan sepenuhnya.
“Bangunan bersejarah jauh lebih sulit dilindungi,” kata Erin Thompson, seorang profesor kejahatan seni di City University of New York.
“Banyak di antaranya memiliki jendela besar yang menghadap ke jalan sehingga memudahkan pencuri untuk melarikan diri, dan mungkin ada undang-undang perlindungan bangunan yang mengharuskan pemasangan kaca antipeluru yang memadai,” kata dia.
“Sistem keamanan yang paling kokoh untuk bangunan harus dikonseptualisasikan seperti benteng,” kata Peter Stürmann dari perusahaan keamanan Jerman VZM, yang memberikan konsultasi kepada museum dan arsip.
“Harus ada beberapa lapisan untuk menangkal penyerang,” kata dia.
Bangunan modern dilengkapi dengan kamera CCTV eksternal canggih atau detektor seismik internal yang dapat membunyikan alarm jika jendela pecah secara langsung, tetapi museum merupakan bangunan tua yang enggan menghilangkan kecantikan eksteriornya.
Kemudian, pemindai laser akan sulit dipasang di langit-langit yang dilapisi plester. Detektor gerak dan suara mungkin juga harus dinonaktifkan pada siang hari karena banyaknya pengunjung yang berdesakan di dalam museum.
Ada alasan kuat mengapa pencurian cenderung terjadi saat jam buka maupun tutup. Pencurian sering terjadi saat penjaga berganti shift dan sebelum museum penuh pengunjung, mereka secara efektif bertindak sebagai petugas keamanan tambahan.
Kemajuan teknologi mungkin telah menghasilkan gawai baru yang dapat membunyikan alarm lebih cepat dan efisien, tetapi juga memberi pencuri alat baru untuk menghindari langkah-langkah keamanan. Di Paris, para perampok mencapai jendela lantai satu museum dengan tangga yang terpasang di kendaraan dan memotong panel kaca dengan pemotong cakram bertenaga baterai.
Elaine Sciolino, penulis Adventures in the Louvre: How to Fall in Love with the World’s Greatest Museum, mengatakan bahwa perbincangan di Prancis tentang bangunan berusia 232 tahun itu sebagian besar berfokus pada pengendalian massa dalam beberapa tahun terakhir, dan kurang pada keamanan.
Museum ini memiliki brigade yang terdiri dari sekitar 50 petugas pemadam kebakaran permanen, atau sapeurs-pompiers, tetapi misi utama mereka adalah melindungi koleksi dari kebakaran dan banjir.
“Tidak ada unit tanggap cepat,” kata Sciolino.
“Pada akhirnya, keamanan Louvre bergantung pada kemauan politik dan dana, dan saat ini Prancis tidak punya dana,” ujar dia.