Di Lamandau, Kalimantan Tengah ada satu tarian yang merupakan bagian dari upacara kematian suku Dayak Tomun. Namanya Babukung. Seperti apa wujudnya?
Dilansir dari Antara, Selasa (11/11/2025), Babukung adalah tarian ritual dalam upacara kematian yang merupakan bagian dari kekayaan budaya dan adat Lamandau.
“Babukung bukan sekadar pertunjukan. Ia adalah napas dari jati diri kami sebagai orang Dayak Tomun,” kata Bupati Lamandau, Rizky Aditya Putra.
Babukung adalah tarian yang menggunakan topeng dengan karakter hewan tertentu yang oleh warga setempat disebut Luha. Sedangkan para penarinya disebut Bukung.
Tarian ini dipentaskan dengan tujuan menghibur keluarga yang sedang berduka, sembari menyerahkan bantuan. Bukung-bukung biasanya datang dari desa tetangga atau kelompok masyarakat di sekitar rumah warga yang mengalami kedukaan.
Seiring berjalannya waktu, tradisi Babukung yang awalnya merupakan upacara pengiring arwah leluhur, kini terus diperkenalkan kepada masyarakat luas sebagai bagian dari kekayaan budaya dan adat khas Lamandau, Kalimantan Tengah.
Sebuah festival yang merupakan gabungan dari Festival Babukung dan Lamandau Expo pun digelar untuk menjadi daya tarik wisata dan mendatangkan wisatawan.
“Kami ingin generasi muda melihat bahwa tradisi ini bukan peninggalan masa lalu, melainkan warisan yang hidup dan terus tumbuh,” kata Rizky.
Festival Babukung 2025 dibuka dengan ritual Nota Garung Pantan dan Maumpan Bukung. Festival ini mencakup karnaval topeng adat khas Suku Dayak Tomun yang diikuti oleh perwakilan dari 88 desa dan komunitas seni.
Sedangkan Lamandau Expo 2025 akan memamerkan beragam produk kriya, mode, kuliner, hingga layanan pariwisata dari para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Lamandau Expo menjadi ruang bertemunya pelaku budaya dan pelaku usaha. Keduanya saling menguatkan, budaya menjadi inspirasi, ekonomi menjadi penggerak,” kata Rizky.
Selama tujuh hari penyelenggaraan dari 8 – 14 November 2025, panitia menargetkan lebih dari 100.000 pengunjung, termasuk wisatawan mancanegara yang tertarik dengan wisata budaya Borneo.
Selain karnaval budaya dan pameran, festival ini juga diisi dengan workshop kreatif, kompetisi fotografi budaya, serta konser musik nasional.
“Kami ingin Lamandau dikenal bukan hanya karena keindahan alamnya, tetapi juga karena kematangan budayanya. Festival ini adalah undangan bagi dunia untuk melihat bagaimana budaya Dayak Tomun beradaptasi tanpa kehilangan jiwanya,” tutup Rizky.
