Uskup Ingatkan Pariwisata Berkelanjutan di Labuan Bajo, Jangan Serakah

Posted on

Uskup Labuan Bajo, Monsinyur (Mgr) Maksimus Regus, mengingatkan agar pariwisata Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), dikelola dengan konsep keberlanjutan. Dia wanti-wanti bahaya jika pariwisata hanya berorientasi pada keuntungan sebesar-besarnya.

“Hasrat pada akumulasi profit akan menggiring keindahan pariwisata Labuan Bajo sekadar sebagai arena kerakusan dan ketamakan, dan hal itu sulit menyisakan manfaat yang besar bagi komunitas lokal,” kata Mgr. Maksi dikutip dari infobali.

“Pendekatan kita terhadap keindahan Labuan Bajo perlu mendapatkan perhatian khusus dari kita semua,” ujar dia.

Dia menekankan aspek ekologis harus menjadi bagian dari mindset industri pariwisata di Labuan Bajo.

Profit oriented cenderung menggoda kita dalam menerapkan pendekatan eksploitatif, yang pasti melukai makna keberlanjutan dari keindahan pariwisata di daerah kita ini,” kata dia.

Belakangan, santer dikabarkan rencana pembangunan 600-an vila di PulauPadar, yang merupakan salah satu pulau besar di Taman Nasional Komodo. Adalah PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) yang mendapatkan izin membangun fasilitas pariwisata di Pulau Padar. PT KWE berencana membangun 619 unit fasilitas wisata yang terdiri dari vila, restoran, hingga spa di Pulau Padar.

PT KWE mendapat izin selama 55 tahun untuk usaha penyediaan sarana wisata alam di Pulau Padar. Izin yang diperoleh tahun 2014 itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.796/Menhut-I/2014 tanggal 23 September 2024.

Kabar itu ditepis oleh Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni. Dia menyebut isu pembangunan 600 vila di Pulau Padar sebagai hoaks, sebab terdapat batasan wilayah yang bisa dipergunakan dalam zona pemanfaatan di wilayah konservasi tersebut.

Raja Antoni menyampaikan PT KWE sudah memiliki izin pembangunan fasilitas pariwisata sejak 2014 dengan luas pembangunan terbatas sekitar 15,37 hektare atau 5,64 persen dari 274,13 ha total perizinan berusaha di Pulau Padar.

“Tapi di undang-undang itu detailnya luar biasa, tidak boleh lebih 10 persen, maksimum tidak boleh lebih 10 persen. Jadi kalau kemarin ada rencana 600 vila itu sudah pasti hoaks, yang boleh cuma 10 persen,” kata dia.